Felix Y. Siauw curahan hati seorang warga keturunan Tionghoa Muslim di Indonesia
Berawal ketika Istri saya yang melahirkan anak keduanya di RS. Budi Kemuliaan Jakarta Pusat, setelah itu seperti biasa, atas nama pribadi ada beberapa karyawan yang menawarkan jasa pembuatan akte kelahiran putra saya. Dan kami pun menyambut baik tawaran yang dibandrol dengan harga Rp. 100.000. Tak berapa lama, setelah karyawan tadi melihat fisik saya, lalu dia bertanya pada istri:
“Bu, bapaknya muslim bukan? keturunan ya?”
“Muslim kok, emang kenapa mbak?” Jawab istri saya santai,
“Nikahnya pake cara Islam kan?, karena kalo nikahnya beda agama susah ngurusnya bu, dan beda juga biayanya..”
“Ya Islam lah, bedanya apa mbak”, sedikit terintimidasi, Istri saya tetap berusaha santai
“Kalo pribumi 100.000 kalo keturunan 250.000”
Setelah memberitahu saya perihal percakapan ini, dengan agak kesal saya pun mencoba membuktikan perkataan istri saya tadi. Ternyata benar, ada diskriminasi kepengurusan akte kelahiran, dan dokumen yang diperlukan pun lebih daripada yang biasanya. Walau saya desak dengan berbagai dalil, termasuk dengan dalil bahwa penghapusan istilah WNI Keturunan sudah dilakukan, tetap saja tidak ada penjelasan yang memadai kepada saya. Bertambah kekesalan saya, maka saya memutuskan untuk mengurus sendiri akte kelahiran anak kedua saya. Bukan masalah uang, ini masalah ide kufur yang tidak perlu diberikan ruang toleransi.
Langkah pertama adalah melakukan browsing ke Internet ke alamat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ;http://www.kependudukancapil.
Lalu dengan serius saya tanyakan: “Masih berlaku tuh stbld?”
“Oh masih pak, semuanya harus ditulis begitu”
“Oh gitu, kirain jaman belanda aja pake stbld!” sindiran dari saya yang tampaknya tidak dipahami petugas bersangkutan.
Ok, cukup cerita pendahuluan saya, sekarang kita masuk ke pokok pembahasan.
1. Inilah budaya pegawai negeri Indonesia yang jauh dari kesan profesional dan korup, birokrasi yang terbiasa tidak jujur dan selalu mencari kesempatan atas minimnya data yang mereka beri kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Sehingga seolah-olah masyarakat yang harus membayar mereka karena pelayanan itu, padahal pelayanan mereka sudah dibayar oleh negara. Sampai setelah saya membayar Rp. 70.000 itu, saya tidak mengetahui kemana uang ini dialokasikan, dan parahnya yang menerima uang ini adalah muslim. Saya terima kalau yang melakukan korupsi ini bila bukan muslim, tapi pelakunya sekali lagi adalah muslim, yang seharusnya menjadi pekerja yang paling jujur karena aqidahnya memerintahkan begitu
2. Budaya rasialis dan nasionalisme kampungan rupanya masih menjadi mental ummat Islam saat ini. Mereka membedakan antara pribumi dan keturunan. Tanpa mereka ketahui bahwa cara ini adalah strategi utama belanda dalam melakukan politik divide et impera dan menghancurkan sendi ekonomi dan masyarakat.
Politik rasialis ini dimulai ketika VOC dan Pemerintah Belanda membagi kelompok masyarakat menjadi Inlander (pribumi) dan Vreemde Oosterlinge (Orang Timur Asing, termasuk Cina, Arab dan India)(lihathttp://www.jakarta.go.id/
Politik rasialis ini bahkan dimulai semenjak awal pencatatan akta kelahiran dengan membedakan antara Inlander dan Vreemde Oosterlinge, antara agama penjajah Belanda Kristen dan Katolik serta Islam. Lihat saja akte kelahiran Anda yang muslim pribumi akan mendapatkan kode Stbld. 1920, sedangakan yang nasrani pribumi mendapatkan kode Stbld. 1933, warga keturunan dari timur (Cina, Arab, India, dan lainnya) dengan Stbld. 1917 (lihathttp://www.jasaumum.com/
Sayangnya (baca: bodohnya), pemerintah Indonesia justru mengadopsi Stbld. (Staatsblad, artinya Peraturan Pemerintah Belanda) menjadi aturan dalam pencatatan kelahiran yang otomatis dari awal sudah membedakan membuat rasial penduduknya berdasarkan cara penjajah Belanda membedakannya. Jadi ketahuan sekali bahwa negara kita secara hukum dan ekonomi masih terjajah dan samasekali belum merdeka. Nah, wajar kan kalau kita liat konflik horizontal maupun vertikal atas nama etnis masih terjadi di negeri ini? karena memang dari awal pemerintah Indonesia sudah meniatkannya. Membebek penjajah Belanda. Dan hampir sebagian besar hukum kita adalah adopsi Belanda.
Belum puas rupanya dijajah 350 tahun?!
Inilah ikatan-ikatan yang merusak dan terbukti menimbulkan perpecahan dan konflik yang tak berkesudahan. Ikatan yang muncul dari pemikiran yang dangkal dan sempit. Ikatan etnisitas, kekauman dan juga termasuk ikatan nasionalisme kampungan. Ikatan inilah yang menyebabkan muslim Indonesia tidak memperdulikan muslim Palestina hanya karena dibatasi oleh garis-garis khayal batas negara. Ikatan ini juga yang memenangkan penjajah Belanda ketika membelah ummat Islam Indonesia atas nama etnis. Dan ikatan ini pula yang menyebabkan Arab Saudi, Yordan, Turki, Mesir, Irak, Iran dan semua negara muslim saat ini terpecah belah padahal dahulunya mereka adalah satu kekuatan. Inilah sebuah ikatan palsu yang harus dimusnahkan: fanatisme golongan, bangsa dan semacamnya yang kita kenal dengan kata ashabiyah.
Padahal Rasulullah dengan sangat jelas telah mewanti-wanti agar kita jangan membedakan diri berdasarkan sesuatu yang tidak pernah dipilih manusia atau bagian dari qadar Allah.
إن الله لا ينظر إلى صوركم ولا إلى أجسامكم ولكن ينظر إلى قلوبكم وإلى أعمالكم
Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajah kalian dan tidak pula kepada bentuk tubuh kalian, akan tetapi Allah melihat qalbu (akal dan hati) kalian dan perbuatan kalian (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurrairah)
Maka benarlah dalam aturan kewarganegaraan Daulah Madinah ketika Rasulullah saw. menjadi kepala negara, beliau saw. hanya membedakan 2 jenis penduduk; muslim dan kafir. Begitu pula yang dilaksanakan Khulafaur Rasyidin setelah beliau dan Khalifah-khalifah setelah mereka sampai runtuhnya Daulah Khilafah Islam Utsmaniyah tahun 1924. Artinya pembedaan kewarganegraan adalah berdasarkan pengakuannya atas Islam, bukan yang lain seperti fanatisme golongan atau bangsa.
Juga larangan sempurna dari Rasulullah atas sikap fanatisme golongan, bangsa dan semacamnya yang dirangkum dalam larangan ashabiyah
ومن قاتل تحت راية عمّيّة يغضب لعصبة، أو يدعو إلى عصبة، أو ينصر عصبة، فقتل، فقتلة جاهليّة
Siapa saja yang berperang di bawah panji kebodohan marah kerena suku, atau menyeru kepada suku atau membela suku lalu terbunuh maka ia terbunuh secara jahiliyah (HR Muslim)
ليس منا من دعا إلى عصبية، وليس منا من قاتل على عصبية، وليس منا من مات على عصبية
Bukan dari golongan kami siapa saja yang mengajak kepada ashabiyah, bukan pula dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan tidak juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah (HR Abu Dawud)
Tidak ada keistimewaan khusus karena warna kulit, karena jenis dan karena tanah air. Dan tidak halal seorang muslim merasa fanatik (ta’ashub) karena warna kulitnya melebihi kulit orang lain, karena golongannya melebihi golongan lain dan karena daerahnya melebihi daerah orang lain. Pribumi ataupun keturunan. Bahkan Islam menaruh ikatan semacam ini dalam posisi yang paling rendah karena pemikiran semacam ini adalah batil.
Tapi inilah kondisi masyarakat dan ummat, mereka mempunyai cap tertentu bagi etnis tertentu, dan akhirnya bukan melihat karena ketakwaannya tetapi karena bentuk wajahnya. Hanya karena seseorang berwajah Arab lantas setiap bertemu tangannya dicium, karena persangkaan bahwa arab identik dengan Islam (ironis). Hanya karena seseorang berwajah Cina lantas diidentikkan dengan kafir? (lebih ironis), lebih aneh lagi kalau ketemu bule semuanya serba senang, sumringah dan berjalan menunduk (kacau).
Inilah mental-mental terjajah, mental yang sangat ridha dan bangga kepada negara yang menjajahnya tapi lupa sama sekali dengan Tuhan yang menciptakan dirinya dan memberinya kenikmatan. Padahal kita semua sebagai muslim tidak diseru kecuali berpegang pada aqidah yang satu, ikatan yang satu, perintah yang satu dan kepemimpinan yang satu. Tauhid dalam segala bidang.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (QS ali Imraan [3]: 103)
Seandainya saja Rasulullah masih ada, maka tentu dia akan menghapuskan segala macam diskriminasi dan rasialisme yang diwariskan dunia Barat kepada kaum muslim. Seandainya saja Umar bin Khattab masih ada, maka pastilah beliau sendiri yang akan menghunus pedangnya untuk memenggal penyeru ashabiyah. Tapi mereka telah tiada, namun bukan tanpa warisan. Rasulullah menyiapkan sebuah sistem buat ummatnya agar ummatnya dapat bersatu padu dan kuat dalam satu kepemimpinan di seluruh dunia. Insya Allah saat Khilafah Islam tegak satu saat nanti, Khalifah lah yang akan mengomando kaum muslim membunuh ashabiyah. (Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar