INILAH.COM, Jakarta – Baru-baru ini seorang pria Swiss tertangkap beserta sup berisi hati manusia. Pria ini diyakini sedang melakukan praktek memakan daging manusia alias kanibal. Seperti apa?
Laporan terbaru menyebutkan Nikolai Shadrin ditahan di Rusia pada pertengahan Mei. Ia ditangkap setelah polisi menemukan sup hati manusia dalam kulkasnya. Menurut laporan, sup manusia itu merupakan bagian strategi Shadrin menutupi pembunuhan pemilik hati.
Kasus kedua, dilaporkan beberapa hari sebelum Shadrin, melibatkan pria dari timur Slowakia yang ditangkap atas upaya terkait kanibalisme. Menurut laporan, orang Slovakia ini diyakini berencana membunuh kemudian makan orang Swiss sebagai bagian perjanjian yang dibuat melalui Internet antara dua orang ini.
Kemudian, ia ditemukan, aksi ini bukanlah kali pertama orang Slowakia terkait kanibalisme. Ahli mengatakan, kini, meski laporan kanibalisme banyak bermunculan, praktek ini sebenarnya tak mengalami peningkatan.
“Karena sifat tabunya, sulit menilai seberapa lazim kanibalisme. Pasalnya, orang akan mengklaim sudah pernah melakukannya saat mereka tak mungkin melakukannya atau sebaliknya, hal ini agar mereka bisa menakuti orang lain,” papar profesor sains arkeologi Timothy Taylor di University of Bradford, Inggris.
Jelas, kanibalisme bukanlah perilaku yang bisa ‘diterima’. “Terakhir kali, hal ini masih bisa ‘diterima’ di Amerika Serikat (AS) pada awal abad 19 saat kanibalisme diakui untuk bertahan hidup jika tak ada makanan lain,” kata Taylor.
Contoh paling terkenal, 81 orang di ‘Pesta Donner’. Banyak yang melaporkan dalam peristiwa itu terpaksa terjadi kanibalisme. Saat itu, mereka melintasi pegunungan Sierra Nevada, kereta mereka tertutup salju selama musim dingin brutal di 1846-1847. Keluarga Donner merupakan satu keluarga dalam kelompok itu. Namun analisa arkeologi situs keluarga Donner tak menunjukkan tanda-tanda kanibalisme.
Sementara hal ini tak dapat diterima, ada banyak kasus kanibalisme di masyarakat saat ini. “Kanibalisme tak ada saat ini sebagai bagian kebiasaan sosial yang disetujui tiap kelompok manusia. Namun, hal ini bisa terjadi dalam dua konteks,” kata Taylor.
Termasuk, memakan bagian tubuh manusia sebagai bagian pembunuhan dan di zona perang. “Salah satu logika kanibalisme adalah, untuk benar-benar menghapus jejak kejahatan Anda,” kata Taylor.
Pada fenomena kanibalisme saat perang, ada laporan baru dari Afrika Barat. Selama konflik Liberia menyebutkan, bagian tubuh musuh dimakan sebagai sarana untuk merayakan kemenangan, semacam piala, lanjut Taylor.
Menurut penelitian profesor antropologi Vanderbilt University Beth Conklin, sekelompok orang asli hutan hujan Amazon yang disebut Wari juga mempraktekkan kanibalisme sebagai bagian dari perang, yakni makan bangkai musuh sebagai ekspresi penghinaan pada mereka.
Selain itu, kelompok ini juga berlatih bentuk ‘positif’ kanibalisme. “Saat di pemakaman, mereka memakan anggota kelompok mereka sendiri yang meninggal secara alami, hal ini dilakukan berdasarkan rasa kasih sayang dan menghormati orang yang meninggal. Hal itu juga sebagai cara membantu korban untuk mengatasi kesedihannya,” papar Conklin.
Kelompok Wari mempraktekkan kanibalisme hingga 1960-an saat pekerja dan misionaris pemerintah memaksa mereka menghentikan praktek tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar