Minggu, 12 Juni 2011

Soeharto, di Antara Bidikan Sniper Serbia



Presiden Soeharto (AP Photo)
Sebagai negara yang menjalankan politik luar negeri yang bebas - aktif, Indonesia cukup dikenal partisipatif dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia.
Di masa pemerintahannya, Soeharto juga terlihat berusaha mengimplementasikan politik luar negeri yang bebas-aktif tersebut. Salah satunya, saat konflik Serbia-Bosnia.

Seperti yang dituturkan mantan Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden, Sjafrie Sjamsoeddin. Setelah bertemu Presiden Kroasia, Franjo Tudjman, di Zagreb, Soeharto mengunjungi Bosnia, walaupun saat itu keadaan masih belum aman.

"Saat itu diperoleh berita bahwa pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB, Yasushi Akashi, ditembaki saat terbang ke Bosnia," kata Sjafrie seperti dikutip dari buku "Pak Harto, The Untold Stories.
Walau begitu, kepada Presiden Kroasia, Soeharto mengatakan pamit untuk pergi ke Sarajevo.

Sjafrie mengisahkan, Soeharto terlihat tenang selama kunjungan di Bosnia. Dia  bahkan tidak mau memakai rompi antipeluru dan helm, hanya menggunakan jas dan kopiah. Sikap Soeharto menyebabkan Sjafrie dan pengawal lainnya ikut percaya diri. "Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah," jelas Sjafrie.

Pasukan PBB kemudian menyiapkan panser VAB buatan Perancis, untuk melewati Sniper Valley. "Panser kami masuk ke sana, ke tempat yang dipenuhi oleh para penembak jitu dari pihak yang berperang," tutur Sjafrie.

Soeharto kemudian tiba di Istana Kepresidenan Bosnia dan disambut Presiden Bosnia-Herzegovina, Alija Izetbegoviv. Keduanya melakukan pertemuan selama 1,5 jam dari 3 jam keberadaan Soeharto di Bosnia.

Sempat heran, Sjafrie kemudian bertanya, kenapa Soeharto nekat datang walau perang tengah berkecamuk di Bosnia. Jawaban Soeharto saat itu sangat mengejutkan Sjafrie.

"Ya, kita kan tidak punya uang. Kita ini pemimpin negara Non-Blok, tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang, ya kita datang saja. Kita tengok," jelas Soeharto.

Sjafrie kemudian bertanya mengenai besarnya resiko yang harus diambil. Soeharto kemudian menjawab. "Ya, itu bisa kita kendalikan. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik, mereka menjadi tambah semangat," jawab Soeharto.  

Hingga tiga tahun setelah kematiannya di tahun 2008. sosok Soeharto terus jadi kontroversi. Banyak yang menyalahkannya, tapi ada juga yang ingin menjadikan pahlawan. Wacana memberi gelar pahlawan pada Soeharto menuai kontroversi dan ditentang sejumlah aktivis pembela Hak Asasi Manusia. Soeharto dianggap banyak melakukan pelanggaran HAM saat mempertahankan kekuasaan.

Saat ini, kontroversi Soeharto kembali muncul ke publik setelah survei Indobarometer memperlihatkan adanya kerinduan kepada era Orde Baru. Meski banyak yang mempertanyakan metode dan pertanyaan yang diajukan dalam survei, hasil survei dinilai akibat kekecewaan terhadap era reformasi yang belum membawa perbaikan di Indonesia, jadi bukan karena kerinduan akan masa kepemimpinan Soeharto.
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...