Minyak Wangi Cap Serimpi, yang biasa dipakai untuk melumuri jenazah, ini laris manis sejak para petani mulai menggunakannya untuk mengusir tikus sampai musim panen tiba. Dan, cara ini terbukti efektif.
Ny Mulyati (60), petani Desa Ngranti, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung, telah membuktikan khasiat minyak Serimpi. Itu setelah berbagai cara mengusir tikus, mulai dari memasang perangkap, memberi umpan beracun, hingga memagari tanaman dengan plastik, tanpa hasil optimal.
“Berbagai cara pembasmian sudah saya lakukan, tapi tikus tetap mengganas dan memakan batang tanaman padi yang baru 3 minggu ditanam,” tuturnya.
Di tengah keputusasaan, Ny Mulyati mendengar kabar dari mulut ke mulut bahwa minyak Serimpi bisa dipakai mengusir tikus. Maka, tanpa pikir lama, ia langsung mempraktikkannya.
Untuk setiap sawah seluas 250 are atau 3.500 m2, dibutuhkan 10 botol minyak Serimpi ukuran @ 14,5 ml dan satu sachet softener (pelembut pewangi pakaian) ukuran 800 ml. Minyak berbau harum menyengat plus softerner ini kemudian dilarutkan ke dalam air. Satu botol minyak Serimpi untuk 2 tangki alat penyemprot.
Larutan berbau harum itu kemudian disemprotkan pada batang padi. Meski baru coba-coba, ternyata cara ini cukup efektif untuk mengusir tikus. “Sudah saya praktikkan, dan ternyata serangan tikus mereda,” kata Ny Mulyati, Kamis (21/7).
Minyak Serimpi juga dipakai untuk tanaman padi yang belum diserang tikus dengan komposisi untuk setiap 250 are hanya diperlukan 3 botol minyak Serimpi @ 14,5 ml.
Dari segi biaya, cara mengusir tikus dengan minyak Serimpi lebih murah dibanding dengan obat pembasmi hama. Apalagi harga sebotol minyak yang biasa dipakai dukun ini hanya Rp 2.000 untuk ukuran 14,5 ml.
Namun, penyemprotan harus diulang ketika aroma wangi parfum sudah memudar dan tikus mulai datang kembali. Pengulangan dilakukan sampai masa panen tiba.
Alim (43), Kasun Kedungjalin, Desa Junjung, Kecamatan Kalidawir, mengatakan, sebagian petani memang menggunakan minyak Serimpi. Namun, lanjutnya, sebenarnya semua jenis wewangian bisa dipakai untuk mengusir tikus. “Ada juga kok petani yang memakai minyak wangi merek Fanbo yang juga sama-sama harum menyengat,” tuturnya.
Gara-gara tikus, para pemilik toko kelontong yang berjualan minyak Serimpi kebanjiran pembeli. Slamet, pemilik toko di Desa Ngranti, Kecamatan Boyolangu, mengatakan, akhir-akhir ini minyak Serimpi yang konon terbuat dari sari bunga melati, laris manis.
Koordinator Penanganan Organisme Pengganggu Tanaman Disperta Tulungagung, Sugeng, menyatakan, tikus adalah hewan pengerat yang cerdas. Biasanya, tikus akan takut dan curiga pada sesuatu yang baru, termasuk minyak Serimpi. Namun, pada rentang waktu tertentu, tikus akan mulai belajar dan membiasakan diri. Jika hal itu terjadi, maka tikus tidak lagi takut wewangian dan kembali menyerang.
Cara paling efektif membasmi hama tikus, kata Sugeng, adalah dengan membasmi secara fisik. Seperti perburuan induk dan anaknya, atau dengan cara pengasapan dengan gas belerang. Dengan membunuh induk hingga anak-anaknya, proses regenerasi tikus akan terputus.
Menurut Kojin (35), petani yang juga pemilik toko pertanian di Dusun Miren, Desa Ngranti, Kecamatan Boyolangu, selain minyak Serimpi, ada pula petani yang menggunakan rendaman umbi gadung yang dirajang tipis. Air rendaman disemprotkan ke batang tanaman padi. Aroma menyengat rendaman gadung diyakini tidak disukai tikus, apalagi cairan itu juga beracun. Namun, lanjutnya, cara ini kurang praktis. Sebab, proses merajang dan merendam membutuhkan waktu dan tenaga. Belum lagi umbi gadung saat ini cukup sulit didapat.
Ditambahkan Sugeng, selama 2011, serangan tikus di Tulungagung lebih hebat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ini karena cuaca pada 2010 nyaris tanpa musim panas. Lingkungan lembap dan basah memicu tikus untuk terus berkembang biak. Kondisi ini didukung dengan melimpahnya air yang membuat petani terus menanam padi sepanjang tahun. Akibatnya siklus reproduksi tikus tidak pernah terputus.
Masih menurut Sugeng, dari sekitar 50.000 hektare tanaman padi di Tulungagung, sebanyak 160 hektare di antaranya sudah diserang tikus dan 12 hektare lainnya puso alias gagal panen.
Namun, papar Sugeng, serangan tikus belum melumpuhkan produksi padi di kota marmer, karena areal yang terserang tersebar di 15 (dari 19) kecamatan. Setiap hektare tanaman padi, rata-rata menghasilkan 6,1 ton gabah. Sehingga secara tahun ini Tulungagung masih bisa menghasilkan sekitar 304.024 ton gabah. sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar